Ikeda: Di Bulan Juli tahun 2000, saya bertemu dengan Arun Gandhi, cucu dari Mahatma Gandhi, ketika Beliau mengunjungi Gedung Peringatan Makiguchi Tokyo. Ada satu kejadian yang Bapak Gandhi masih ingat dengan sangat jelas ketika beliau berumur 16 tahun. Suatu hari, Ia mengantar Ayahnya dengan mobil ke sebuah kota yang jauhnya sekitar 30km. Sementara Papanya menghadiri sebuah rapat di kota, Arun diminta ibunya untuk berbelanja dan diminta untuk men-servis mobil. Ia dengan terburu –buru menyelesaikan belanjanya dan meninggalkan mobilnya di bengkel. Kemudian dengan segera Ia pergi ke bioskop. Ia berpikir sepertinya bisa pergi nonton dulu selama mobil itu sedang diperiksa.
Akan tetapi setelah Ia terlena pada film itu, Ia tiba – tiba menyadari bahwa Ia telah telat 30 menit untuk jemput Ayahnya. Ia panik dan buru – buru ke bengkel mengambil mobilnya dan menuju ke tempat janjian mereka.
Ayahnya menunggu dengan khawatir. Arun berkata “ Saya harus menunggu karena perawatannya agak lama dari yang diperkirakan”. Tetapi kebohongannya tidak begitu berfungsi karena sebelumnya Ayahnya telah menghubungi bengkel tersebut.
Wartawan: Papanya pasti sangat marah.
Ikeda : Meskipun begitu, Beliau tidak marah sama sekali. Dengan sedih, Beliau berkata,” Kamu telah gagal untuk mengatakan yang sebenarnya. Ini mungkin berhubungan dengan cara saya mendidik kamu. Saya akan jalan ke rumah supaya bisa berpikir dimana kesalahan saya mendidik kamu.
Ayahnya mulai berjalan. Matahari sudah mulai terbenam dan disekelilingnya sangat gelap dimana disitu tidak ada tiang lampu. Itu adalah sebuah jalan yang penuh dengan lumpur melewati kebun tebu. Anak laki-laki ini tidak bisa lakukan apa – tetapi hanya bisa mengendarai mobil dengan pelan dan mengikuti dari belakang dengan menerangi cahaya pada jalan yang akan dilalui Ayahnya.
Wartawan: Apakah benar bahwa papanya telah berjalan sejauh 30 km?
Ikeda: Perjalanan itu memakan waktu 5 jam 30 mnt. Papanya yang sudah tua berjalan demi Arun. Ini pasti sangat lama bagi seorang anak muda. Arun Gandhi mengingat “ gambaran papanya yang sedang berjalan dengan khawatir dan sedih, saya bertekad bahwa saya tidak akan bohong lagi. Ketika saya akan dimarahi papa saya, saya akan tersadar “ Jadi agar tidak tertangkap bohong, saya akan melakukannya lebih baik lagi lain kali”, sampai sekarang, hati saya masih bergetar ketika saya mengingat kejadian tersebut.
Wartawan: Hal Ini kelihatannya juga sangat penting bagi kita orang dewasa.
Ikeda: Sebenarnya, apapun, mohon jadi orang yang memiliki keberanian. Orang yang memiliki keberanian adalah bahagia. Jika kehilangan keberanian, maka kehilangan segalanya. Sebaliknya, meski kehilangan segalanya tetapi berkeberanian, anda tidak akan kehilangan apapun dan hal yang terpenting tersebut akan selalu bersamamu.